Cucu
Durhaka
Babak pertama
Adegan pertama
Malam
ini nampak melankolis, di temani secangkir kopi hitam dan singkong rebus, ada
rindu yang menyelinap dalam dadanya,bayang wajah Emak membuat mala mini semakin
bermuram durja.
Joko : Emak
…Joko kangen
Nenek : Kenapa
Kau berteriak Tong?
Joko : Aku
kangen Emak, hidup ini seperti duri menyakitkan
Nenek : Tong
Tong Kau masih anak bau kencur tidak tau hidup yang sebenarnya
Joko :
Nenek jangan asal bicara
Nenek : Nenek
tidak asal, namun Nenek hanya ingin membenarkan saja apa yang Kau bicarakan
Joko :
Ahhh…orang tua macam Kau banyak bicara, sudah jelas hidup ini seperti duri
Kejam!
Tuhan
tidak adil lihat saja Emakku Ia bersusah payah menjadi TKW padahal orang-orang
di sekitar kaya raya mau ini itu ada tapi kenapa keluargaku miskin.
Adegan kedua
Nunik : Akang
Joko : Ada
apa?
Nunik : Tidak
Kang
Joko :
Tidak? Namun muka Kau seperti marah denganku ada apa? Katakan!
Nunik : Nunik
mendengar Akang dan Nenek bercakap
Joko : Iya,
kenapa dengan percakapanku?
Dahinya melotot seakan ingin lepas
Nunik : Tidak
jadi Kang ( sambil menunduk )
Dengkulnya tidak lagi kuat menompang diri,
tubuhnya gemetar melihat Akangnya bak seorang singa yang ingin menerkam
mangsanya
Joko :
Dasar!
Banting sekalian Kau hingga ke hutan sana
Nunik :
Membalik badannya masuk kedalam kamar ( diam dengan raut muka sedih )
Adegan ketiga
Nenek : Nik
Nik Akangmu emang keras kepala
Nunik : Yang
tabah Nek
Keduanya saling tersengguk-sengguk di atas
ranjang besi
Nenek : Ndo?
Nunik : Iya
Nek
Nenek : Dosa
apa nenekmu ini
Nunik : Nenek
tidak berdosa
Nenek : Nenek
berdosa Ndo
Nunik : Aku
tidak maksud dengan ucapan Nenek
Nenek : Nenek
gagal mendidik Akangmu Ndo
Nunik : Nenek
tidak gagal dan juga tidak berdosa, hanya saja Akang tergoda dengan teman-temannya,
Nenek tidak salah
Nenek : Tapi
Ndo
Nunik : Tpi
apa Nek
Nenek : Ndo
Nunik : Iya
Nek
Nenek : Ndo
Nunik : Nenek
tidurlah, sudah larut malam
Nenek : Iya
Nek, Kau tidur juga di samping Nenek
Nunik : Iya
Nek
Babak kedua
Adegan pertama
Kring…kring
handphone jadul merek nokia bergetar saat fajar masih sembunyi di pangkuan
subuh
Joko :
Emak…? sehatkah Kau di negri orang anakmu yang sudah bujang merindukanmu
Emak : Nak?
Joko :
Emak?
Emak :
Hallo…hallo
Joko : Iya
Mak ini Joko
Emak :
Suaramu tidak jelas
Joko :
Sebentar Mak Joko cari sinyal yang baik dulu
Di angkatlah handphone ke atas di
goyang-goyang berusaha sinyal segera membaik
Emak : Nak
Assalam’mualaikum
Joko :
Waalaikumsalam Mak, Emak sehat? Kapan Emak pulang kami di sini merindukanmu
Emak : Emak
juga rindu, ingin cepat pulang, ingin melihat anak Emak yang sudah bujang
bahkan mungkin sudah tumbuh kumis
Tut…tut…tut…
tiba-tiba sambungan handphone terputus
Joko :
Mak…Mak… ( memanggil dengan muka yang sedikit kecewa )
Adegan kedua
Berdiri
depan jendela layaknya menunggu orang yang di cintai menghampirinya, raut
wajahnya tertekuk, subuh mulai terdengar dari sudut menara-menara masjid yang
tinggi menjulang membangunkan orang-orang untuk beribadah dan segera
beraktifitas
Nunik : Kang
sholat
Joko :
Sebentar
Nunik : Segera
Kang, ( sambil berjalan menuju dapur )
Nenek : Ndo
Akangmu sudah di bangunkan?
Nunik : Sudah
Nek
Nenek : Sudah
bangun?
Nunik :
Sepertinya sudah, tadi Nunik mengetuk pintu kamar Akang langsung menyautnya
Nenek :
Baiklah
Wajah
kirutnya nampak berseri di basuh air wudhu yang suci, kakinya melangkah ke
masjid bersama sang cucu ( Nunik )
Adegan ketiga
Joko : Aku
masih tidak mengerti pagi ini sama saja seperti pagi-pagi yang kemarin meja
makan selalu kosong tidak ada nasi ataupun singkong. Nenek
macam apa tidak pernah becus memberi kami makan
Nenek : Masih
pagi sudah bersuara kencang
Joko :
Emangnya kenapa?
Nenek : Tidak
baik Tong
Joko :
Mulut-mulut Aku, kenapa Nenek marah?
Nenek : Tidak
enak jika terdengar tetangga
Joko : Tetangga?
Nenek : Iya
Tong
Joko :
Tetangga saja tidak peduli dengan kita kenapa kita mesti peduli
Nenek : Jangan
seperti itu Tong, sudah sholat subuh?
Joko :
Tidak penting
Nenek :
Huss…itu kewajibanmu Tong
Joko :
Sholat tidak membuat kita kaya kenapa harus sholat
Nenek : Tong
Tong sholat itu tiang agama
Joko : Ahh…
semunya omong kosong
Hampir
setiap hari Joko seperti itu, keras kepala, angkuh, tepatnya durhaka terhadap
Neneknya, sampai suatu ketika Nenek jatuh sakit.
Adegan keempat
Nenek : Ndo
jaga Akangmu itu
Nunik : Iya
Nek, ( sambil memijat kaki Nenek )
Akang
itu cucu tidak tau di untung Nenek merawatnya sampai bujang dasar cucu durhaga
( gerundel Nunik dalam hati )
Malam
itu bulan burnama sunyi mencekam hanya ada Nenek dan Nunik, Nenek yang sedang
menemui ajalnya
Nunik :
Nenek…Nenek,Nenek meninggal ( sambil menangis tersedu-sedu )
Keharuan
mewarnai hari ini
Kini
Nenek telah tiada sejak itu Nunik hidup hanya dengan akangnya, sang Emak yang
kerja di negri orang hilang entah di telan bumi, tidak pernah pulang dan tidak
ada kabar.
Nunik : Kang
kita hanya hidup berdua
Joko : Iya
Nik, ( menjawab dengan muka menyesal )
Bumi
selalu berputar begitu juga dengan Kang Joko, kini ia berubah tiga ratus enam
puluh derajat saat Nenek telah tiada Ia begitu menyesali perbuatannya dan Ia
menjadi taat beribadah dan rajin bekerja untuk dirinya dan Nunik ( sang adik )
Selesai...
By
Nita Sari
bagus dramanya.....
BalasHapusmakasih say, semoga bermanfaat ya
BalasHapusmenarik sekali cerita nya.
BalasHapusmaaciw say
BalasHapus