ANALISIS
NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE DENGAN PENDEKATAN MIMETIK
Disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kritik
Sastra
Dosen Pengampu : Titi Puji Lestari
Oleh:
NITA
SARI
1513500058
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERISTAS
PANCASAKTI TEGAL
2016
Program
Studi Pendidikan Sastra Bahasa Indonesia dan Daerah
Universitas
Pancasakti Tegal
2016
Nita
Sari
Abstract
Novel
adalah sebuah karya fiksi yang ditulis secara naratif dan biasanya ditulis
dalam bentuk cerita. Pengarang menulis cerita dari pengalaman pribadi yang
difiksikan atau bisa saja mensadur dari cerita-cerita nyata yang ada
dikehidupan masyarakat. Novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye merupakan
salah satu novel yang mengangkat kisah nyata, pengarang mengaplikasikan kisah
nyata dalam sebuah cerita yang apik. Dalam karya sastra tidak terlepas dari
kegiatan mengkritik, kritikus akan mengkritik sebuah karya sastra dengan menggunakan
beberapa pendekatan salah satunya adalah pendekatan mimetik. Berdasarkan hal
tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan data
tentang analisis pendekatan mimetik yang dibangun dalam “Novel Hafalan Shalat
Delisa” karya Tere Liye. Berdasarkan analisis data, penelitian ini menghasilkan:
1) adanya nilai religi, 2) gambaran mengenai peristiwa tsunami di Aceh, 3)
percintaan, 4) semangat delisa yang tak pernah padam.
Kata kunci : karya sastra, pendekatan mimetik, aspek sosial
A. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Sastra diistilahkan sebagai kesustraan yang berasal dari bahasa sansekerta, yaitu sastra. Su yang berarti bagus atau indah, sedangkan dari sastra yang berarti buku, tulisan atau huruf. Secara etimologi, dari arti kedua
kata tersebut dapat disimpulkan bahwa arti susastra atau sastra adalah tulisan
yang indah. Karya sastra adalah hasil kreativitas dan imajinasi yang
direpresentasikan dari kehidupan nyata.
Kreativitas itu tidak saja dituntut dalam upaya
melahirkan pengalaman batin dalam bentuk karya sastra, tetapi lebih dari itu.
Seorang pengarang harus menghayati pengalaman serta permasalahan kehidupan pada
masyarakat untuk dituangkan dalam cerita fiksi yang akan ditulis kedalam sebuah
karya sasta.
Novel adalah salah satu contoh karya sastra. Dalam novel,
pengarang biasanya menceritakan tentang kehidupan yang ditulis apik sehingga
pembaca seolah-olah mengalami sendiri apa yang dilukiskan oleh pengarang.
Novel Hafalan Shalat
Delisa merupakan salah satu novel karya Darwis
Tere Liye yang dibungkus dengan cerita yang sangat apik. Sebuah novel yang
menceritakan tentang perjuangan seorang anak yang berusia 6 tahun dalam menghafal
bacaan shalat serta keikhlasan dan ketegaran dalam menghadapi segala cobaan
yang menimpanya.
Dari uraian pada latar belakang yang telah penulis
kemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian. Adapun
judul penelitian ini adalah “Analisis
Pendekatan Mimetik yang dibangun dalam Novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye”.
2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah analisis pendekatan mimetik yang
dibangun dalam Novel Hafalan Shalat
Delisa karya Tere Liye?
3. Tujuan
Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah diatas, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan data
tentang analisis pendekatan mimetik yang dibangun dalam Novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.
B. PEMBAHASAN
1. Teori
Pendekatan Mimetik
Pandangan Plato tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan
pendirian filsafatnya mengenai kenyataan, yang bersifat hierarkis. Menurut
Plato ada beberapa tataran tentang Ada (“different
planes of being”) yang masing-masing mencoba melahirkan nilai-nilai yang
mengatasi tatarnnya. Yang nyata secara mutlak hanya yang Baik, dan derajat
kenyataan semesta bergantung pada derajat kedekatannya terhadap ada yang Abadi
(Verdenius dalam Teeuw 2003:181). Dunia empiris tidak mewakili kenyataan yang
sungguh-sungguh, hanya dapat mendekatinya lewat mimesis, peneladanan atau pembayangan ataupun peniruan (sebab
terjemahan kata mimesis tidak mudah), misalnya, pikiran dan nalar kita
meneladani kenyataan , kata meniru benda, bunyi meniru keselarasan ilahi, waktu
meniru keabadian, hukum-hukum meniru kebenaran, pemerintahan manusia meniru
pemerintahan ideal, manusia yang saleh meniru dewa-dewanya dan seterusnya.
Seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada
dalam kenyataan yang tampak, jadi berdiri dibawah kenyataan itu sendiri rendah
dari kenyataan yang tampak, namun seni yang sungguh-sungguh mencoba mengatasi
kenyataan sehari-hari. Bagi Plato, tidak ada pertentangan antara realisme dan
dealisme dalam seni. Seni yang terbaik lewat mimesis, peneladanan kenyataan
mengungkapkan sesuatu makna hakiki kenyataan itu. Dengan demikian seni yang
baik harus truthful (benar) dan
seniman harus bersifat modest (rendah
hati), dia harus tau bahwa lewat seni dia hanya dapat mendekati yang ideal dari
jauh dan serba salah. Lagi pula seniman cenderung mengimbau bukan rasio, nalar
manusia, melainkan nafsu-nafsu dan emosinya yang menurut Plato justru harus
ditekan. Seni menimbulkan nafsu sedangkan manusia yang berasio justru harus
meredakan nafsunya.
Kritik sastra yang memandang bahwa karya sastra itu
sebagai tiruan dari aspek-aspek alam, pencerminan atau penggambaran
(representasi) tentang dunia dan kehidupannya. Kriteria utama yang dikenakan
pada karya sastra adalah “kebenaran” representasi pada objek-objek yang
digambarkan ataupun yang hendaknya digambarkan.
Suroso (2009:22) berpendapat bahwa Mimesis itu sendiri
merupakan imitasi (tiruan) dari aspek-aspek yang ada didalam semesta. Jadi, ada
dua hal yang saling berkaitan dalam
mimesis, yaitu antara yang diimitasi (alam semesta, kehidupan, karya sastra)
dan imitasinya (tiruannya, karya sastra baru yang merupakan hasil saduran,
disebut ciptaan kembali atau versi gubahan baru).
2. Sinopsis
Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye
Novel
hafalan shalat Delisa ini menceritakan tentang seorang anak perempuan berumur 6
tahun, namanya Delisa, anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya,
kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka
berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abi, panggilan untuk ayahnya, bekerja sebagai seorang
pelaut. Bekerja sebagai ahli mesin kapal
tanker, berlayar hingga berbulan-bulan. Ummi, panggilan untuk ibunya, tinggal
bersama ia dan ketiga kakanya di Aceh.
Suatu
hari, Delisa mendapatkan tugas dari gurunya, Ibu Guru Nur, yakni tugas
menghafal bacaan sholat. Motivasi dari Ummi, berjanji akan memberikan hadiah
jika ia bisa menghafal bacaan sholat, menambah semangat Delisa untuk menghafal.
Hadiah yang dijanjikan Ummi itu berupa kalung yang dibeli di toko Koh Acan, Koh
Acan adalah penjual perhiasan di pasar Lhok Nga. Koh Acan juga sahabat Abi Delisa. Saat itu Koh Acan memilihkan kalung
yang ada huruf D, artinya D untuk Delisa.Delisa senang bukan kepalang dan tak
sabar untuk mengenakan kalung itu.
Delisa
menghafal diwarnai dengan sikap kakak-kakaknya yang pro dan kontra. Ustadz Rahman yang merupakan guru
TPA Delisa, juga banyak mengisi hari-hari Delisa menjelang setoran hafalan
shalatnya pada Ibu Guru Nur. Semangat dan usaha Delisa tak sia-sia, ia mampu
menghafal bacaan shalat. Ia bertekad harus lancar saat praktik di depan Ibu
Guru Nur dan teman lainnya. Shalat yang sempurna untuk pertama
kalinya.
Ketika
Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya di depan kelas, gempa yang disertai
tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa
setiap jiwa saat itu. Namun,
Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Sesaat akan melaksanakan sujud
pertamanya, Delisa roboh dan hanyut oleh terjangan air laut yang sangat kuat.
Hari
itu adalah hari dimana semua perhatian tertuju pada Aceh. Korban mencapai 15.000 jiwa, mungkin
bisa lebih. Termasuk Ummi, dan ketiga kakak Delisa juga menjadi korban.
Beruntung Delisa bisa selamat karena Ibu Guru Nur mengikat Delisa pada sebuah
papan dengan kerudungnya. Meskipun
Ibu Guru Nur juga meninggal dunia. Berhari-hari Delisa terbaring kaku di semak-semak, kaki dan
tangannya patah, tapi gadis kecil ini masih bernafas. Sampai akhirnya, Angkatan Laut
Amerika menemukan Delisa. Delisa
harus dirawat, kondisinya kritis, kakinya harus diamputasi. Suster Shopi dan kak Ubay adalah
sukarelawan yang merawat Delisa di atas kapal Angkatan Laut Amerika. Mereka menyayangi Delisa. Walaupun ini sangat berat bagi
Delisa, ditambah lagi dengan berita buruk ketiga kakaknya telah meninggal,
jasadnya dikuburkan di kuburan masal. Sedangkan Ummi Delisa belum ditemukan jasadnya. Tapi mereka tetap memotivasi Delisa
untuk tetap bertahan hidup, untuk melanjutkan kehidupan, menerima semuanya dengan
ikhlas.
Setelah
kabar tsunami di Aceh santer seantero dunia, Abi Delisa pulang dari Kanada
untuk melihat keadaan keluarganya. Abi sangat sedih melihat keadaan Lhok Nga yang sudah datar,
tinggal puing-puing. Kabar
telah dikuburkannya Aisyah, Zahra, dan Fatimah membuat Abi semakin sedih.
Sampai akhirnya ada kabar, Delisa masih hidup, ia dirawat di Kapal Angkatan
Laut Amerika, itu membuat Abi merasa masih ada harapan. Kesedihan Abi
berkurang. Meskipun belum ada kabar
tentang Ummi.
Delisa
bertemu dengan Abi. Delisa
menceritakan semuanya dengan tenang. Tidak terlihat sebuah penyesalan dan pembangkangan. Dari kakinya yang sudah diamputasi,
tangannya yang patah, kepalanya yang botak karena luka, dan giginya yang
tanggal dua. Abi tidak menyangka Delisa lebih
kuat menerima semuanya. Menerima
takdir yang telah digariskan oleh Allah.
Beberapa
bulan pasca tsunami, Delisa sudah bisa menerima keadaan yang sangat pahit itu,
dia memulai kembali kehidupan dari awal bersama ayahnya.Hidup di posko-posko
yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami
yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat.
Beberapa
bulan berikutnya, Delisa mulai masuk sekolah kembali.Sekolah yang dibuka oleh
tenaga sukarelawan. Dan
tugas yang dianggap berat berikutnya bagi Delisa adalah mengembalikan hafalan
sholatnya.Hafalan shalatnya hilang begitu saja. Namun, bencana yang melanda Aceh tersebut membuat Delisa
lebih dewasa, lebih memahami makna ikhlas. Ikhlas untuk menerima keadaan, dan yang terpenting ikhlas
untuk menghafal hafalan shalatnya.
Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Melanjutkan hidup untuk kehidupannya. Menjalani semua dengan ikhlas. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Tak dinyana, benda itu adalah kalung yang ada huruf D, D untuk Delisa. Delisa yakin itu adalah kalung yang dibelinya di toko Koh Acan bersama Ummi. Kalung untuk hadiah hafalan shalatnya. Selanjutnya yang membuat Delisa bertambah terkejut, kalung itu digenggam tangan manusia, tangan yang sudah tinggal tulang. Itu adalah Ummi Delisa.
Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Melanjutkan hidup untuk kehidupannya. Menjalani semua dengan ikhlas. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Tak dinyana, benda itu adalah kalung yang ada huruf D, D untuk Delisa. Delisa yakin itu adalah kalung yang dibelinya di toko Koh Acan bersama Ummi. Kalung untuk hadiah hafalan shalatnya. Selanjutnya yang membuat Delisa bertambah terkejut, kalung itu digenggam tangan manusia, tangan yang sudah tinggal tulang. Itu adalah Ummi Delisa.
3. Analisis Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere
Liye Menurut Pendekatan Mimetik
Analisis pendekatan mimetik pada
novel “Hafalan Shalat Delisa” Karya Tere Liye disusun berdasarkan sistematika
pembahasan, yaitu: 1) identifikasi aspek sosial dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye, 2) analisis aspek sosial dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye, 3)
membuktikan aspek sosial sebagai bentuk peniruan dari kehidupan nyata dalam
novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye, dan 4) menganalisis
aspek sosial dalam novel “Hafalan
Shalat Delisa” karya Tere Liye yang dihubungkan dengan dunia nyata.
Dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye dapat ditemukan
beberapa keadaan dan masalah-masalah sosial di Aceh. Novel ini menceritakan keikhlasan tokoh Delisa dalam menerima takdir yang sudah
digariskan oleh Allah. Adapun keadaan dan masalah-masalah sosial tersebut
antara lain : 1) adanya nilai religi, 2) gambaran mengenai peristiwa tsunami di
Aceh, 3) percintaan, 4) semangat delisa yang tak pernah padam.
1). Adanya nilai religi
Dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye. Di gambarkan bahwa pada saat adzan subuh suasana rumah
keluarga Abi Usman sudah ramai seperti Cut Aisyah yang selalu membangunkan
delisa dengan suara keras dan Cut Zahra yang sudah mengambil air wudhlu dan Cut
Fatimah yang membangunkan Delisa dengan lembut untuk menunaikan shalat subuh.
Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Delisa bangun,
sayang.....shubuh!” ( Tere Liye, 2008:10).
Seperti biasa setelah shalat subuh kakak-kakak Delisa mengaji dan tidak
lupa Delisa pun menyetorkan hafalan shalat kepada Umminya. Hal ini terlihat
dari penggalan novel sebagai berikut. “Delisa mendekati Ummi, membuka
setorannya shubuh ini. Ummi menunggu. Delisa membaca taawudz dan bismillah
pelan sambil memperbaiki kerudung birunya” (Tere Liye, 2008:14-15).
Ketika delisa bermain sambil menghafal hafalan shalat walaupun pada saat
menghafal kakaknya seperti kak Aisyah dan kak Fatimah sering mengganggunya. Hal
ini dapat dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “In-na sha-la-ti,
wa-nu-su-ki, wa-ma...wa-ma... wa-ma ma-yah-ya... Wa-ma ma-ti....” (Tere Liye, 2008:23).
Keseharian keluarga Abi Usman seperti Ummi, Fatimah, Aisyah, Zahra dan
Delisa selalu mengenakan kerudung. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel
sebagai berikut. “Nggak pa-pa kan? Kerudung Ummi yang lain lagi kotor! Yang
tersisa tinggal ini....” (Tere Liye, 2008:22)
Perihal nilai religi dalan novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye
tidak terjadi di dalam novel saja. Tapi di dalam dunia nyata juga ada. Sebagai
contoh pada keluarga Saya, ketika adzan subuh menggema Ibu selalu membangunkan
anak-anaknya untuk sholat subuh tidak terkecuali Saya. Dan pada saat saya ngaji
di TPQ An-Nur setiap hari sabtu agendanya adalah setoran hafalan doa-doa dan
hafalan tuntunan shalat. Lalu pada saat sebelum maju setoran hafalan doa-doa
dan hafalan tuntunan shalat Saya selalu deres terlebih dulu, agar pada saat
maju lancar dan tidak terbata-bata. Keluarga Abi Usman yang selalu mengenakan
kerudung yaitu dalam dunia nyata terlihat pada keseharian kaum perempuan Aceh
yang diwajibkan mengenakan kerudung pada kesehariannya.
2). Gambaran mengenai peristiwa tsunami di Aceh
Pagi itu Delisa bangun dengan semangat dan
langsung menunaikan shalat shubuh bacaannya pun hampir sempurna. Hari itu
memang hari yang mendebarkan karena pada hari itu juga Delisa akan maju
menghadap Bu Nur untuk ujian praktek shalat anak-anak kelas satu ibtidaiyah. Nama
Delisa dipanggil Delisa maju dengan perasaan sedikit gemetar namun hati kecil
sebenarnya sudah mantap untuk pertama kalinya ia melaksanakan ujian praktek
shalat yang sempurna dihadapan Allah. Saat Delisa Wa-ma ma-ti seketika semua
air laut meluap kedaratan menyapu seluruh tanah Lhok Nga. Hal ini dapat di
lihat dari penggalan novel berikut ini. “Seratus tiga puluh kilometer dari Lhok
Nga. Persis ketika Delisa usai ber-takbiratul-ihram; persis ucapan itu hilang
dari mulut Delisa. Persis di tengah lauan luas yang berteriak tenang. Persis di
sana! LANTAI LAUT RETAK SEKETIKA. Dasar bumi terbang seketika! Merekah panjang
ratusan kilometer. Menggetarkan melihatnya. Bumi menggeliat. Tarian kematian
itu mencuat. Mengirimkan pertanda kelam menakutkan” (Tere Liye, 2008:82-83).
Perihal peristiwa tsunami pada novel
“Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye tidak hanya terjadi di dalam novel
saja. Tapi di dalam dunia nyata juga ada. sebagai contoh kita para pembaca
diingatkan kembali dengan bencana tsunami yang terjadi di Aceh pada tanggal 26
Desember 2004. Bencana tersebut telah memporakporandakan Kota Aceh.
3). Percintaan
Dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” karya
Tere Liye, ditemukan masalah percintaan di dalamnya. Percintaan di dalam novel
terdapat beberapa masalah percintaan dalam novel yaitu sebagai berikut. a) Delisa
cinta Ummi karena Allah; b) Delisa cinta Abi karena Allah.
a). Delisa
cinta Ummi karena Allah
Dalam novel ini Delisa sangat mencintai
Umminya. Dia selalu mencari cara untuk selalu di dekat Umminya. Hal ini dapat
di lihat dari penggalan novel berikut ini. “Delisa.... D-e-l-i-s-a cinta
Ummi.... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah” (Tere Liye, 2008:67).
b). Delisa
cinta Abi karena Allah
Dalam novel ini Delisa sangat mencintai
Abinya. Saat Abinya sedang shalat tahajud Delisa memeluk erat leher Abinya dari
belakang. Hal ini dapat di lihat dari penggalan novel berikut ini. “Abi....
A-b-i.... D-e-l-i-s-a c-i-n-t-a Abi karena Allah!” (Tere Liye, 2008:228).
4). Semangat Delisa yang tak pernah padam
Dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” karya
Tere Liye ditemukan juga semangat tokoh Delisa yang akan menatap hidupnya
kembali setelah bencana stunami beberapa minggu lalu. Bencana stunami telah
membuat Delisa kehilangan Ummi, kakak-kakak, rumah, sekolah dan semua
orang-orang tersayang. Walaupun dengan begitu Delisa tetap mempunyai semangat
untuk melanjutkan hidupnya. Hal ini dapat di lihat dari penggalan novel berikut
ini. “Bagi Delisa kehidupan sudah kembali. Bagi Delisa semua ini sudah berlalu.
Bagi Delisa hari lalu sudah tutup buku. Ia siap meneruskan kehidupan. Tak ada
yang perlu dicemaskan. Tak ada yang perlu ditakutkan. Delisa siap menyambung
kehidupan; meski sedikit pun ia belum
mengerti apa itu hakikat hidup dan kehidupan”. (Tere Liye, 2008:186).
C. SIMPULAN
Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa dan juga karya sastra merupakan hasil kreativitas dan imajinasi yang direpresentasikan
dari kehidupan nyata. Kehadiran karya sastra tidak terlepas dari seorang
pengarang yang menyampaikan hasil kreativitas dan imajinasinya kedalam bentuk
bahasa. Bentuk bahasa yang dibangun, pengarang biasanya memberikan
sentuhan-sentuhan kisah nyata yang ada dikehidupan masyarakat. Pada novel yang
diangkat dari kisah nyata banyak memberikan pandangan bahwa dalam menjalani
hidup ini harus ikhlas dalam menerima takdir dari Allah dan harus terus bangkit
dalam segala hal apapun. Sosok Delisa adalah seoarang anak kecil yang ikhlas
dalam menerima takdir yang sudah digariskan oleh Allah, walaupun ia harus terus
melanjutkan hidupnya tanpa sosok Ummi dan Kakak-Kakak tercina.
Teori mimetik merupakan imitasi
(tiruan) dari aspek-aspek yang ada didalam semesta. Jadi, ada dua hal yang
saling berkaitan dalam mimesis, yaitu
antara yang diimitasi (alam semesta, kehidupan, karya sastra) dan imitasinya
(tiruannya, karya sastra baru yang merupakan hasil saduran, disebut ciptaan
kembali atau versi gubahan baru).
Dalam analisis
pendekatan mimetik dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye. Di
temukan aspek-aspek sosial di dalamnya. Aspek sosialnya berupa kepedulian orang
tua yang mengajarkan nilai religi kepada anak-anaknya, gambaran tragedi
tsunami, keikhlasan menerima takdir dan melanjutkan hidup kembali.
Dari novel “Hafalan
Shalat Delisa” karya Tere Liye dapat ditemukan beberapa keadaan dan masalah-masalah sosial di Aceh. Novel ini menceritakan
keikhlasan tokoh Delisa dalam menerima
takdir yang sudah digariskan oleh Allah. Adapun keadaan dan masalah-masalah
sosial tersebut antara lain : 1) adanya nilai religi, 2) gambaran mengenai
peristiwa tsunami di Aceh, 3) percintaan, 4) semangat delisa yang tak pernah
padam.
DAFTAR
PUSTAKA
Teeuw,
P. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta:
PT Dunia Pustaka Jaya.
Suroso,
dkk. 2009. Kritik Sastra, Teori,
Metodologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Elmatera Publishing.
Liye,
Tere. 2008. Hafalan Shalat Delisa.
Jakarta: Republika.
http://www.artikelsiana.com.2015/04/pengertian-sastra.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar